Pernyataan Empat Imam Mazhab Untuk Tidak Taklid Berlebihan

Dibawah ini adalah pernyataan Para Imam Mazdhab dalam mengikuti pendapat mereka.
Imam Abu Hanifah berkata:
“Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu” (Kitab Al-Iqazh hal. 50).
“Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya” (I’lamul Muwaqin, 2/309).
“Jika suatu hadist shahih, itulah mazhabku” (Kitab Al Hasyiyah, 1/63).
Imam Malik berkata:
Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah.” (Kitab Ushul Al-Ahkam VI/149)
“Siapapun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi SAW sendiri” (Irsyad As Salik, 1/227).
Imam Syafi’i berkata:
“Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku.” (Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy Syafi’I, hal 93).
“Setiap orang harus bermazhab kepada Nabi SAW dan mengikutinya. Apapun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Nabi SAW tetapi ternyata berlainan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah irulah yang menjadi pendapatku” (Ilamul Muwaqin, 2/363-364).
“Setiap hadist yang dating dari Nabi SAW, berarti itulah pendapatku. Sekalipun kalian tak mendengar langsung dariku” (Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy Syafi’I, hal 93).
“Bila suatu perkara ada hadistnya yang sah dari Nabi SAW menurut kalangan ahli hadist, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya baik selama aku hidup maupun setelah aku mati” (Al Hilyah, 9/107).
“Bila kalian menemukan sesuatu dalam kitabku yang berlainan dengan hadist Rasulullah, peganglah hadist Rasulullah dan tinggalkan pendapatku itu” (Al Hilyah, 9/107).
“Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadist dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang” (Al Filani, 68).
“Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi hadist Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa itu berarti pendapatku tidak berguna” (Adabu Asy Syafi’i hal. 93).
Imam Ahmad bin Hambal:
“Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil” (Al-I’lam II/302).
“Pendapat Auza’i, Malik dan Abu Hanifah adalah rayu (pikiran), bagi sayasemua ra’yu itu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang terdapat pada atsar (hadist)” (Al Jami, 2/49).

“Barangsiapa menolak hadist Nabi, dia berada dalam jurang kehancuran”(Al Manaqib, 142).

0 komentar:

Posting Komentar