Keutamaan Puasa 10 hari pertama bulan Dzulhijjah

HUKUM BERPUASA PADA SEPULUH HARI PERTAMA DARI BULAN DZULHIJJAH

Pertanyaan :

Apa hukum berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah?

Jawaban :

Puasa pada hari-hari tersebut adalah sunnah (mustahab), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan mendorong umatnya untuk melakukan amalan-amalan sholih pada hari-hari tersebut, dan puasa termasuk bagian dari amalan-amalan sholih. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada hari-hari dimana amalan sholih didalamnya lebih Allah cintai daripada sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bukan pula jihad di jalan Allah? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukan pula jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar (untuk berjihad di jalan Allah-red) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali darinya (jiwa dan hartanya) sedikitpun.” (HR. Al-Bukhari no. 969, dan At-Tirmidzi no. 757)
Walaupun dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sering berpuasa pada hari-hari tersebut.
Telah diriwayatkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari-hari tersebut karena kekhawatiran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan dianggap wajib oleh umatnya. Diriwayatkan pula bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa pada hari-hari tersebut. Akan tetapi, yang lebih utama menjadi patokan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sabda beliau lebih didahulukan daripada perbuatan. Jika terkumpul antara perkataan dan perbuatan, maka keduanya saling menguatkan. Oleh karena itu, perkataan terhitung sebagai dalil tersendiri, perbuatan sebagai dalil tersendiri, dan taqrir (persetujuan) pun sebagai dalil tersendiri. Yang paling utama dan paling kuat sebagai hujjah (dalil) adalah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian perbuatan beliau, dan setelahnya persetujuan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada hari-hari yang amalan sholih didalamnya lebih Allah cintai daripada hari-hari ini, yakni sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah).” (HR. Al-Bukhari no. 926, At-Tirmidzi no.757, Abu Dawud no. 2438, Ibnu Majah no. 1727, Ahmad 1/224, dan Ad-Darimi no. 1773)
Apabila seseorang berpuasa atau bershadaqah pada hari-hari tersebut, ia berada dalam kebaikan yang sangat besar. Disyari’atkan pula pada hari-hari tersebut untuk memperbanyak takbir (Allahu Akbar), tahmid (Alhamdulillah), dan tahlil (Laa ilaha illallah), dengan dalil sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah, dan lebih dicintai-Nya dengan melakukan amalan-amalan sholih didalamnya daripada sepuluh hari (awal bulan Dzulhijjah) ini. Oleh karenanya, perbanyaklah untuk bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.” (HR. Ahmad 2/75)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua.

(Majmu’ Fatawa Ibn Baz 14/419).Fatwa
Berikutnya

BERPUASA DUA HARI DALAM RANGKA PUASA HARI ARAFAH

Pertanyaan :

Apakah kami boleh berpuasa dua hari dalam rangka puasa hari Arafah, karena kami mendengar di radio bahwasanya hari Arafah jatuh besok bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah di tempat kami?

Jawaban :

Hari Arafah adalah hari di mana para jama’ah haji melakukan wukuf di padang Arafah. Disyariatkan untuk berpuasa pada waktu itu bagi seorang muslim yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, apabila anda ingin berpuasa, maka hendaklah anda berpuasa pada hari tersebut. Dan bila anda telah berpuasa sehari sebelum hari tersebut, maka tidak mengapa. Dan jika anda telah berpuasa sembilan hari mulai dari awal bulan Dzulhijjah, maka hal itu adalah baik. Hal ini dikarenakan hari-hari tersebut adalah hari-hari yang mulia yang disunnahkan untuk berpuasa pada hari-hari tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah ada hari-hari yang amalan sholih di dalamnya lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala daripada sepuluh hari (di awal bulan Dzulhijjah) ini.” Dikatakan: “Wahai Rasulullah, tidakkah jihad di jalan Allah (yang lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala)?" Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab:
“Tidak pula jihad di jalan Allah. Melainkan (bila ada) seseorang yang keluar (untuk berjihad di jalan Allah) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dari itu semua sedikitpun.” (HR. Ahmad 1/224 no.338, Al-Bukhari no. 969, Abu Dawud no. 2438, At-Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan yang selainnya)

Wabillahit taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.

( Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah nomor 4052).

0 komentar:

Posting Komentar